Hari Jum’at tanggal 29 april 2011 yang lalu diajak jalan-jalan ke Susukan. Tepatnya Desa Sirkandi Kecamatan Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara. Kecamatan yang terkenal dengan keramiknya. Tujuan utamanya adalah kondangan ke seorang rekan puskesmas yang punya hajat mantu putrinya.
Dari jalan raya Susukan, setelah Puskesmas Susukan 1 belok ke kiri menuju desa Derik kecamatan Susukan. Masuk jalan desa yang aspalnya mulai rusak di sana-sini. Jalan lurus dengan latar belakang di kejauhan adalah pegunungan kapur yang tampak biru. Di kanan kiri adalah sawah yang padinya mulai menghijau. Pohon angsana tumbuh di kanan kiri jalan. Pemandangan yang meyejukkan melewati desa Derik menuju Desa Sirkandi di Klampok.
Setelah selesai kondangan, diajak mampir untuk membeli kupat landan. Kupat landan? Terdengar agak asing dan menimbulkan rasa penasaran. Kupat apa itu? Mungkin sudah pernah melihat atau bahkan memakannya, tapi tidak tahu namanya. Walaupun masih kenyang karena habis makan di tempat orang punya kerja, aku ikut turun dari kendaraan untuk membelinya. Niatku akan kubungkus saja dibawa pulang.
Tempat penjual kupat landan ini tidak jauh dari yang punya gawe. Ke arah barat selisih beberapa rumah, di belakang pos ronda (pos ojek?). Tepatnya di warung milik bapak Pardiman yang terletak di depan rumahnya, yang biasa untuk kegiatan Posyandu lansia Ngudiwaras. Di sana kita ketemu ibu penjualnya dan syukurlah, masih ada kupat yang dicari.
Ternyata kupat landan adalah ketupat berbungkus janur biasa yang sering kita jumpai saat lebaran. Yang membedakannya adalah cara merebusnya. Setelah beras dicuci bersih dan dimasukkan dalam selongsong ketupat, kemudian direbus dalam air mendidih yang telah diberi landa. Inilah sebabnya kenapa disebut kupat landan. Dari kata landa yang merupakan campuran untuk merebusnya. Landa ini bisa berupa merang (batang padi) atau blungkang (pelepah daun kelapa) yang dibakar dan dibuat arang. Hasilnya adalah ketupat yang kulitnya berwarna kemerahan dan ketika dibelah, warna coklat kemerahan ini terlihat pada bagian ketupat yang menempel di pembungkusnya. Rasanya? Hmmmm... ternyata agak berbeda. Ini lebih enak. Ketupat landan ini terasa lebih empuk dan lebih gurih. Aroma landa yang khas memberi sensasi tersendiri saat menyantapnya. Hanya dimakan begitu saja sudah terasa enak.
Kupat landan biasanya disajikan dengan pecel sayuran (bila suka bisa ditambahkan bunga kecombrang rebus yang menjadi ciri khas pecel Banyumasan) dan mendoan hangat atau tahu pong goreng. Terasa nikmat sekali bila disajikan siang hari saat perut lapar. Sayang, karena kita baru makan, maka kupat landan dan pelengkapnya kita bungkus dibawa pulang.
Harganya? Murah meriah. Satu buah kupat landan harganya Rp 500,00 (lima ratus rupiah). Pecel seporsi harganya Rp 2000,00 (dua ribu rupiah). Sayurannya cukup lengkap dan banyak. Satu buah mendoan harganya Rp 500,00 (lima ratus rupiah). Tahu pong goreng harganya sebiji Rp 250,00 (duaratus lima puluh rupiah). Jadi, dengan uang tiga ribu dua ratus lima puluh rupiah sudah bisa mendapat seporsi kupat landan dengan pelengkapnya, dan dapat dipastikan sudah membuat kenyang.
Sampai sekarang, aku belum menemukan kupat landan ini di tempat lain di Banjarnegara selain di sini. Kalau mau ke sana jangan kesiangan, karena tengah hari pasti sudah habis.
Gumiwang, Kamis 5 Mei 2011
No comments:
Post a Comment