Thursday, November 3, 2011

DAHSYATNYA PELUKAN


Gb. My beloved daughter, Hanna
     Seperti biasa paling lambat pukul 06.30 wib aku mengantar anak perempuanku berangkat sekolah. Saat ini dia duduk di kelas lima sekolah dasar. Sengaja aku masukkan dia di sekolah dasar berbasis agama Islam dan bukan sekolah negeri. Semata – mata karena kekhawatiranku tak mampu memberikan pendidikan akhlak sebagai muslim yang memadai, mengingat kesibukanku bekerja kantoran. Dan aku tidak mau hal itu akan menjadi penyesalanku seumur hidup kelak. (Allah, bantulah aku, Amiin)
       Dan seperti yang beberapa kali terjadi, pagi ini pun dia berangkat sekolah sambil bersungut – sungut. Entah karena bertengkar dengan adiknya atau bersitegang dengan ayahnya. Dan seperti biasanya pula aku selalu berusaha untuk tidak terpengaruh dalam suasana yang tidak menyenangkan dan tetap berusaha untuk bersikap wajar seolah – olah semua baik – baik saja. Sambil tersenyum aku bertanya tentang kegiatannya di sekolah, les matematika atau bahasa Inggrisnya. Atau les renang yang merupakan kegiatan favoritnya. Walaupun dia menjawab sambil cemberut, aku tetap berusaha tetap tenang. Ah, mungkin dulu aku juga begitu pada ibuku. (Allah, maafkan aku dan kasihi ibuku)
      Walaupun sepanjang perjalanan lebih banyak diam, aku mencoba membiarkan dia,  memberi waktu untuk melepaskan kekesalannya. Kubiarkan dia menyetel musik kesayangannya di tape mobil yang sepertinya sudah minta diganti. Kubiarkan dia memainkan tombol rewind atau forward berulang – ulang, walaupun sebenarnya telingaku jengah. Biarlah, dia perlu pelampiasan. Tugasku hanya mengawasi saja agar tidak lepas kendali.
       Sampai di sekolah pukul 07.00 wib. Masih belum banyak anak datang. Seperti biasanya, setelah mencium tanganku, kupeluk dia dan kucium pipinya kiri kanan. Kadang bila sedang marah dia menolak, tapi seperti hari lainnya, takkan kubiarkan dia keluar dari mobil tanpa aku memeluk dan menciumnya terlebih dahulu. Termasuk pagi ini.
        Aku pernah membaca, bahwa pelukan akan berefek positif untuk kehidupan seseorang. Sehingga, sesibuk apapun aku selalu menyempatkan untuk memeluk dan mencium anak – anakku. Yang tidak boleh terlewat adalah pagi hari dan menjelang mereka tidur. Dan yang selalu terjadi, dia akan keluar dari mobil dengan senyum dan wajah lega. Dan aku bisa berangkat ke kantor dengan tenang.
     Pagi ini, setelah kupeluk dan kucium, dia tersenyum dan keluar dari mobil sambil mengucapkan salam. Sekilas kudengar dia menyapa seseorang. Kupikir teman sekelasnya seperti biasa. Ternyata bukan. Dia menyapa seorang murid TK (Taman Kanak – kanak) yang duduk bertopang dagu di pintu kelasnya. Aku tahu dia anak TK dari seragamnya. Wajahnya terlihat murung. Aku yang biasanya langsung memutar kendaraan, seketika menginjak rem, karena aku penasaran dengan apa yang terjadi selanjutnya. Tidak hanya menyapa, anakku menghampiri anak perempuan kecil berusia sekitar lima tahun yang sendirian itu. Dari balik kaca jendela mobil kulihat dia jongkok di depan anak itu dan mengatakan sesuatu. Entah apa, aku tak mendengarnya karena jendela tertutup rapat. Anak perempuan kecil itu masih murung dan hanya menatap anakku, kosong.
        Anakku kemudian membuka tasnya. Dikeluarkannya dua bungkusan kue bekalnya hari itu. Diberikannya kepada anak kecil itu sambil mengatakan sesuatu. Lagi – lagi aku tak mendengarnya. Aku hanya melihat anak kecil itu tersenyum ke arah anakku. Anakku kemudian bangkit berdiri dan berjalan menuju kelasnya setelah sebelumnya mengelus pipi anak kecil itu sambil tersenyum. Anak kecil itupun membalas dengan senyum lebar dan mata kanak – kanaknya tak bisa berbohong bahwa keceriaan dan kegembiraannya telah kembali. Bukan kue yang membuatnya gembira, tapi entah, mungkin apa yang dikatakan atau dilakukan anakku. Mungkin sedikit perhatian yang membuatnya begitu gembira, karena dia terus tersenyum pada anakku yang beringsut meninggalkannya dan tak begitu memperhatikan dua bungkus kue yang erat digenggamnya.  
        Adegan itu mungkin tak lebih dari tiga menit. Tapi membuatku tersentak. Dadaku terasa sesak dan mataku berkaca – kaca. Sebelum air mataku tumpah, aku segera memutar mobil menuju ke kantor. Allah, terimakasih untuk hal besar yang kau perlihatkan padaku pagi ini. Aku tahu, bahwa hanya orang bahagia yang mampu memberikan kegembiraan dan keceriaan pada orang lain. Dan anakku melakukannya! Allah, semoga kau limpahkan kebahagiaan ini terus padaku, anak –anakku dan keluarga kami. Karena hanya orang bahagia yang mampu berbagi. Dan itu terjadi tak lebih dari lima menit sejak aku memeluk dan menciumnya setelah sebelumnya anakku cemberut karena kesal. Dahsyatnya efek pelukan dan ciuman mampu merubah suasana hati seseroang hanya dalam hitungan detik.
      Allah, terimakasih. Dan ijinkan aku untuk berkesempatan memeluk dan mencium anakku setiap hari. Maafkan aku bila selama ini ada kelalaian dariku atas amanah dan karunia yang Kau titipkan padaku. Dan jadikan kami termasuk dalam golongan hamba - hambaMU yang shalih dan menjadi pribadi yang bermanfaat. Amiin. Terimakasih, Allah. Terimakasih, Nak. Mulai hari ini, takkan kulewatkan satu haripun tanpa memeluk dan mencium anak –anakku.


Banjarnegara, 4 November 2011