Saturday, April 30, 2011

CIMPLUNG

         Pernah dengar cimplung? Beda dengan cemplung yang berarti sesuatu yang dimasukkan di dalam benda cair, cimplung adalah makanan yang kukenal setelah sekitar setahun aku tinggal di Kabupaten Banjarnegara. Saat itu seorang rekan kerja di Puskesmas menawarkan untuk membawakannya untukku bila aku mau. Terdorong oleh rasa penasaran, aku langsung mengiyakan tawaran itu. Dasar lagi aku orangnya tidak pilih-pilih makanan, kecuali yang aku memang tidak doyan.
         Keesokan harinya dia benar-benar membawakan aku satu tas kresek cukup besar cimplung. Aku deg-degan, seperti apa makanan yang akan kuhadapi ini. Walaupun sebelumnya aku sudah diberitahu bahwa bahan bakunya adalah singkong, talas dan kelapa muda. Membuatnya pun hanya direbus dengan nira kelapa atau nira aren. Aku membayangkan, makanan ini seperti bajingan yang kukenal, yaitu singkong direbus dengan gula kelapa sampai lunak dan setengah kering kuahnya. Istilahnya masih nyemek, warnanya kecoklatan karena gula merahnya.
         Setelah tas dibuka, ada dua rantang besar yang tertutup di dalamnya. Tak sabar melihat isinya, segera kuambil dan kubuka penutupnya. Seketika bau harum gula menggelitik hidungku. Uap hangat yang menghambur dari dalam rantang membuat terbit seleraku. Tak seperti yang kubayangkan, ternyata cimplung ini warnanya putih bersih. Potongan besar singkong (di sini disebut budin) yang merekah, benar-benar menggoda untuk segera dinikmati. Pada rantang yang satunya lagi, ada daging kelapa muda yang dikerok besar-besar dan potongan-potongan talas yang oleh masyarakat setempat disebut busil.
         Satu gigitan cimplung budin hangat membuatku ketagihan. Mempurnya singkong berpadu dengan rasa manis yang tidak terlalu tajam, benar-benar perpaduan yang pas. Tak terasa dua potong cimplung sudah masuk ke perutku yang memang belum sarapan. Tergoda juga aku untuk mencicipi cimplung busil dan kelapa muda.
Gambar. Cimplung yang dijajakan di bazaar Ramadhan di kantorku.
Camilan yang tak bisa ditemui setiap saat.
         Walaupun membuatnya sangat mudah, cimplung tidak bisa ditemukan setiap saat. Biasanya kau menemukannya saat ada acara-acara khusus baik di desa, kecamatan atau kabupaten. Cimplung harus dipesan dan tidak bisa mendadak. Ini berhubungan dengan nira sebagai bahan perebus harus nira segar yang tidak bisa didapatkan dengan mendadak. Petani gula harus memasang bumbung untuk menampung nira pada sore hari dan mengambilnya pada pagi hari berikutnya. Nira segar ini kemudian disaring dari kotorannya dan direbus. Setelah mendidih, bahan-bahan yang akan dibuat cimplung dimasukkan. Selanjutnya bahan-bahan tersebut direbus dengan api sedang sampai air nira meresap seluruhnya ke dalam bahan cimplungan dan bahan cimplungan matang.

         Saat ini kalau pengen cimplung harus memesannya lebih dahulu, atau bersabar saat ada acara bazaar tahunan yang rutin diadakan oleh Pemkab di alun-alun atau bazaar Ramadhan yang diadakan kantorku. Biasanya cimplung akan ditemukan dan harus berebut dengan penggemar cimplung lainnya.
         Camilan berat yang selalu ngangeni... 


Gumiwang, Senin, 25 April 2011


No comments:

Post a Comment