Aku adalah air
hujan, dilahirkan dari langit gelap
Berselimut awan
pekat, diiring gelegar guruh dan sambaran kilat
Jatuh menghujam
tanah gersang, menembus jauh ke dalam bumi
Mengikis
bebatuan, bersatu bersama sungai menuju lautan
Tak ada yang
mampu menahanku untuk tetap tinggal, tak juga kamu
Takkan terhenti
langkahku, walau jauh dan berliku
Sampai kutemui
luas samudera, sebagai batas takdirku
Aku adalah akar,
menanggung beban pohon dan batang di atasku
Menembus cadas
keras, untuk sebuah mata air penghidupan
Bertahan dari
terpaan badai, menahan hati agar tak lapuk oleh keletihan
Tak bisa
berhenti mencari, tak boleh mati oleh penderitaan
Semua bergantung
pada aku, yang terkubur dalam tanah gelap
Bergelut dengan
lumpur pekat, digerogoti cacing dan rayap
Terus mencengkeram
tanah dengan rasa penat, di batas kekuatanku
Aku adalah jalan
panjang penantian, tak berbatas ujung
Dua sisinya
beriringan, tapi tak sejalur, tak pernah saling bertemu
Mengantar banyak
cerita, menyimpan berjuta kisah di tiap jengkalnya
Menyaksi banyak
luka, regang kematian dan derai air mata
Menahan setiap
kepongahan, kesombongan manusia akan akalnya
Membeban di
kedua bahuku, akan keinginan menaklukkan waktu
Terus berjalan
tanpa akhir, tak henti sampai batas anganku
Aku adalah
kesunyian, suara teriakan tanpa gaung
Aliran sungai
kering di atas padang tandus, penuh bebatuan
Tak memberi
harap hidup, ditinggalkan para musafirnya
Dalam
kesendirian, menapaki ruang hampa yang membingungkan
Tanpa udara,
tanpa nafas dalam kehidupan yang makin pengap
Kekosongan jiwa,
membisu dalam diam yang berkepanjangan
Aku adalah
keterdiaman, sampai batas kelelahanku
Gumiwang, Ahad,
14 November 2010
No comments:
Post a Comment