Sunday, July 7, 2013

DIENG CULTURE FESTIVAL : Eksotisme Tanah Khayangan

       


Gb. Peserta Jalan Santai bersiap bersama
maskot FSB (Bimo-kanan) dan Visit Jateng (kepodang-kiri)
          Dieng, sebuah kawasan yang berada lebih dari 2000m dpl. Merupakan dataran tertinggi di Indonesia yang masih dihuni manusia. Kawasan Dieng merupakan kawasan vulkanik aktif. Boleh dikatakan bahwa Dieng adalah gunung berapi raksasa yang memiliki beberapa kepundan kawah. Ketinggian desa - desa di puncak dataran tinggi ini, beberapa di antaranya  berada di ketinggian 2093 - 2263 dpl (Puncak Sikunir). Ini berarti bisa lebih tinggi dari lapisan awan genus Stratus di langit. Hal inilah yang menjadikan Dieng sering disebut sebagai "Negeri di Atas Awan". Sebuah kawasan menarik untuk dikunjungi, baik untuk tujuan wisata, pendidikan maupun penelitian, karena banyaknya peninggalan purbakala, budaya, kondisi dan kekayaan alamnya. Banyaknya kawasan menarik untuk dikunjungi, membuat satu hari tak cukup untuk sebuah perjalanan di kawasan ini. Bila ingin lengkap, paling tidak tiga hari dua malam, karena masih ada beberapa kawasan yang hanya bisa dikunjungi dengan jalan kaki. Dan berwisata ke Dieng adalah hal yang tidak pernah menjemukan. Penulis sendiri yang sudah berkali - kali ke Dieng (he..he..he.. Maklum, tinggal di Banjarnegara dan sering ada teman yang minta diantar ke sana), tak pernah bosan dengan perjalanan ke Dieng.
Gb. Jadual DCF terpampang di depan
gedung pertemuan Soeharto Witlem
           Kawasan Dieng terletak di dua Kabupaten, yaitu Banjarnegara dan Wonosobo. Wilayah ini lebih dari 70% ada di kawasan Banjarnegara, tapi karena aksesnya lebih mudah dari Wonosobo, maka Dieng lebih dikenal sebagai wilayah Wonosobo. Okay! Tak masalah.. Yang penting bagaimana kawasan ini bisa dikelola oleh kedua Kabupaten agar mampu memberi kesejahteraan pada penduduknya.
        Pada kesempatan ini, penulis tidak akan mengupas daerah wisata Dieng secara keseluruhan. Penulis hanya akan mengulas sedikit tentang Dieng Culture Festival (DCF)  ke - 4 yang baru saja diselenggarakan pada hari Sabtu - Ahad, 29 - 30 Juni 2013 yang lalu. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin Pemkab Banjarnegara untuk melestarikan berbagai atraksi budaya dan mengenalkan Dieng sebagai tujuan wisata Banjarnegara ke masyarakat nasional maupun internasional. 
           DCF dibuka pada tanggal 29 Juni 2013 oleh Bupati Banjarnegara. Pembukaan ditandai dengan pelepasan lima buah balon raksasa ke langit Dieng, kemudian dilanjutkan dengan jalan santai yang diikuti oleh ratusan masyarakat Banjarnegara. Kegiatan dipusatkan di halaman Gedung Pertemuan Soeharto - Witlem yang legendaris. Cuaca yang mendung sangat menguntungkan peserta jalan santai yang menempuh jarak sekitar 4 km mengitari kawasan candi Arjuna melalui Museum Purbakala Kailasa. Sepanjang perjalanan, peserta dapat melihat pemandangan dan kawasan wisata yang cantik di Dieng. 
Gb. Kawasan Candi Arjuna dilihat dari ketinggian.
           Finish mengambil lokasi yang sama dengan pemberangkatan. Sesampai di garis finish, peserta berkumpul di halaman dalam gedung Soeharto - Witlem. Acara dilanjutkan dengan penyerahan "ubarampe" (ah...semacam sajen kali ya..) pada sesepuh kawasan Dieng untuk dilakukan prosesi awal dimulainya upacara pemotongan rambut gimbal sebagai puncak kegiatan yang akan diselenggarakan hari Ahad tanggal 30 Juni 2013 di kawasan Candi Arjuna. Setelah sajen diterima, para sesepuh melanjutkan dengan ritual do'a - do'a memohon kelancaran kegiatan yang akan dilaksanakan. Sementara di sekitar panggung yang disediakan, diadakan pengundian doorprize untuk peserta jalan santai. 
         Upacara pemotongan rambut gimbal sendiri merupakan tradisi turun temurun masyarakat Dieng. Di mana anak yang akan dipotong rambut gimbalnya, dipercaya sebagai anak - anak istimewa titisan para dewa. (weleh..weleh..). Rambut gimbal ini terjadi dengan sendirinya dan tidak semua anak yang lahir di Dieng memiliki rambut gimbal. Rambut ini akan muncul ketika anak masih bayi, saat dicukur rambutnya, maka anak akan sakit dan selanjutnya rambutnya tumbuh menggimbal. (oops!). Rambut gimbal ini baru akan dipotong bila si anak sudah menginginkannya. Jadi, atas permintaan si anak. Dan ada satu syarat yang harus dilaksanakan oleh orang tua, bahwa semua permintaan si anak saat akan dipotong rambutnya harus dituruti. Untung gak ada yang minta yang aneh - aneh. he...he..he... Paling anak minta dibelikan sepeda, kambing atau barang lainnya. Yang paling berat kalau anak minta ditanggapkan wayang kulit. perlu biaya besar. Dan biasanya anak minta dicukur rambutnya pada usia 7 - 9 tahun. 
Gb. Para sesepuh dengan sajennya

Gb. Prosesi do'a di kompleks candi Arjuna

Gb. Anak berambut gimbal dengan ayahnya


Gb. Salah satu group kesenian mempersiapkan diri
untuk tampil







Gb. Salah satu stand cinderamata (kaos)



Gb. Stand batik Gumelem, batik khas Banjarnegara



Gb. Bebagai pertunjukkan kesenian memeriahkan acara



          Setelah prosesi do'a dan penarikan undian, maka acara akan dilanjutkan pada malam hari yaitu penyalaan lampion dan pertunjukkan wayang kulit. Selama waktu menunggu itu, pemgunjung disuguhi berbagai atraksi kesenian khas dari daerah Dieng. berbagai kelompok kesenian menampilkan kebolehannya di halaman yang luas itu. Di sekitar lapangan juga terdapat stand - stand yang menjual cinderamata dan oleh - oleh khas Banjarnegara. Ada juga pertunjukkan musik dangdut.
          Pada malam harinya, acara dilanjutkan dengan penyalaan api unggun untuk acara membakar jagung bersama. Ada sekitar 12 pembakaran jagung yang disediakan yang masing - masing panjangnya dua meter. Berkarung - karung jagung manis disediakan gratis oleh panitia untuk dibakar dan dinikmati bersama - sama oleh pengunjung. Suasananya ramai sekali. Tentu saja lebih banyak pengunjung yang tidak kebagian jagung karena jumlah pengunjung yang jauh lebih banyak dari jumlah jagung yang disediakan.
       Bersamaan dengan acara bakar - bakaran jagung, eh... di panggung yang disediakan ditampilkan life music. Campur aduk, dari pop sampai dangdut. Kemudian dilanjutkan dengan penyalaan lampion - lampion kertas yang diterbangkan di langit malam Dieng, diikuti dengan pesta kembang api. Acara ditutup dengan pagelarang wayang kulit.
         Aku sendiri bersama beberapa teman, menghabiskan waktu untuk melihat beberapa obyek wisata, yaitu kawah Sikidang dan telaga Merdada. Ada banyak sekali obyek wisata di kawasan Dieng, mulai Tuk Bimo Lukar sebagai mata air asalnya sungai Serayu, telaga (Warna, Pengilon, Merdada, dll), kawah (Candradimuka, Sikidang dan kawah - kawah kecil lainnya), sumur Jalatunda, gangsiran Aswotomo, Dieng Theathre, Museum Purbakala Kailasa, Kompleks Candi Arjuna dan lain - lain. belum lagi kawasan agro yang juga mulai diminati sebagai agrowisata.
         Untuk penginapan, di Dieng ada banyak hotel dan homestay. Biasanya wisatawan lebih suka menginap di homestay. Dan selama DCF ini, seluruh hotel dan homestay full booked beberapa bulan sebelumnya.
          Makanan? Hmmmm... Ada mie ongklok dan tempe kemul. Aku sendiri tidak suka mie ongklok yang kuah maizenanya mirip lendir itu. Tapi kata para penggemar, mie ongklok cukup lezat untuk dinikmati di udara dingin Dieng. Biasanya dilengkapi dengan sate sapi manis dan tempe kemul, yaitu tempe goreng dibalut tepung yang lebar di pinggirnya dan digoreng kering. Hangat - hangat dinikmati bersama segelas kopi panas bisa mengusir hawa dingin. Tapi begitu diangkat dari penggorengan, baiknya segera dinikmati, karena masakan akan segera dingin bila bersentuhan dengan udara luar. Aku lebih suka memilih mie goreng atau nasi goreng di salah satu warung makan di sana. Oops! Porsinya jumbo! Setelah dilakukan editing untuk sayurnya, akhirnya bisa habis juga. Udara dingin membuat kita pengennya makaaaaannnn terus. Dan untuk mengganjal perut, di banyak tempat banyak dijual kentang goreng. kentang yang merupakan komoditi sayuran khas Dieng ini digoreng dan dimakan hangat dengan taburan bumbu yang disukai. Atau bisa juga dimakan tanpa bumbu. Kentang varietas khusus untuk keripik ini sudah gurih.
Gb. Panggung pertunjukkan wayang kulit
        Selain itu, di Dieng terkenal juga dengan Purwaceng-nya. Minuman yang berasal dari tumbuhan Purwaceng yang di Indonesia konon hanya tumbuh di dataran tinggi Dieng. (belum cari konfirmasi...halah!) :D
         Purwaceng ini ada yang dijual dalam bentuk serbuk herbal aslinya, ada juga yang sudah diolah dicampur kopi, susu, jahe, dan lain. -lain. Purwaceng ini katanya berkhasiat untuk menjaga stamina dan kesehatan. Juga memiliki efek afrodisiak. (katanyaaa....). Aku sendiri lebih suka Purwaceng kopi susu yang kalau diminum terasa hangat di badan. Sangat cocok untuk Dieng yang pada waktu - waktu tertentu suhunya bisa mencapai nol derajat celcius, bahkan minus! Ini menyebabkan di Dieng pada saat - saat tertentu bisa dijumpai turunnya salju yang oleh masyarakat setempat disebut "bun upas". Ini merupakan musuh petani sayur, khususnya kentang. tanaman akan membusuk bila terkena salju.

Gb. Kompleks Candi Arjuna

Gb. Mie Goreng spesial dengan porsi jumbo!


Gb. Kompleks Kawah Sikidang




Gb. Kawah Sikidang yang mendidih.




Gb. Purwaceng serbuk herbal

Gb. kentang goreng

Gb. Siap - siap membakar jagung

Gb. Berebut membakar jagung

Gb. Lampion di langit Dieng

Gb. Kabut menyelimuti telaga Merdada. So romantic...!
             Itu acara hari pertama DCF. Untuk acara hari kedua, akan diisi puncak kegiatan yaitu pemotongan rambut gimbal yang pada tahun ini diikuti oleh lima orang anak. Pertunjukkan kesenian masih akan terus berlangsung dan acara akan ditutup pada malah marinya dengan pertunjukkan musik jaz yang bertajuk "Jazz di Atas Awan". Wkwkwkwkwkwk..... Puluhan group musik Jazz sudah menyatakan diri akan mengikuti konser ini. (info dari panitia).
             Untuk oleh - oleh khas Dieng, ada manisan carica (sejenis pepaya yang hanya tumbuh di Dieng), keripik kentang, aneka keripik jamur, jipang ketan, klathak Batur (makanan dari tepung terigu dan digoreng seperti keripik dengan rasa gurih pedas dan tentu saja Purwaceng aneka rasa.
             Demikian sekelumit tentang DCF yang rencananya akan dilaksanakan tiap tahun. Semoga Pemkab bisa makin kreatif mengemas kegiatan ini sehingga makin menarik pengunjung untuk datang ke Dieng. Karena dari informasi beberapa pengunjung yang sempat kita wawancarai (yaelaaa, kayak wartawan aja.... :p), mereka kurang puas dengan penyelenggaraan kegiatan yang menurut mereka kurang melibatkan pengunjung.
        Pengunjung hanya dipaksa untuk manjadi penonton saja. tentu saja tidak sepenuhnya benar, karena pengunjung bisa aktif pada acara bakar - bakaran dan jalan santai, bila mau. Tapi apapun, salut untuk panitia yang sudah bekerja keras untuk menyelenggarakan kegiatan ini. tak ada gading yang tak retak, masukan pengunjung bisa dijadikan pemicu untuk perbaikan di masa mendatang. Bravo panitia! Thanks for your good work!

No comments:

Post a Comment