Sesuai perencanaan yang sudah dibuat, tahun ini ada enam pengadaan barang dan jasa berupa pembangunan fisik gedung Puskesmas dan Poskesdes yang harus dilaksanakan. Tiga diantaranya bernilai di bawah seratus juta, sehingga aku sebagai PPKom (Pejabat Pembuat Komitmen) bisa menunjuk langsung rekanan yang akan mengerjakan. Berdasar masukan dari PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) dan staff teknis lainnya, akhirnya kuputuskan untuk menunjuk tiga orang rekanan yang pernah bekerjasama dengan kita dengan alasan pekerjaan yang dihasilkan lebih baik dan tepat waktu. Mereka bertiga juga merupakan rekanan yang kooperatif dan bisa diajak bekerjasama dalam arti untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik, bukan untuk kong kalikong yang berkonotasi negatif.
Akhirnya dibantu PPTK, kubuat surat kepada KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) untuk mendapatkan persetujuan. Setelah berdiskusi dengan KPA, salah satunya mengenai kemungkinan bahwa kita akan mengahadapi keruwetan karena "mafia" pengadaan, akhirnya KPA menyetujui usulku. beliau mencatatnya dan akan melaporkannya pada Bupati. Aku diminta menunggu. Siang harinya aku mendapat telpon dari KPA bahwa Bupati sudah dilapori dan beliau setuju. Pagi hari selanjutnya aku pastikan lagi mengenai hal tersebut dan KPA menyatakan pekerjaan bisa dimulai.
Akhirnya, aku minta PPTK untuk menghubungi calon rekanan agar segera menyiapkan diri bila mereka sanggup menerima pekerjaan tersebut. Dimulai dengan pemeriksaan dokumen sampai penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja.
Belum juga kegiatan dimulai, yang aku khawatirkan terjadi. Dua rekanan yang ditunjuk ragu - ragu untuk menerima pekerjaan tersebut. Salah satu alasannya karena tidak enak dengan rekan pemborong lainnya, karena pekerjaan tersebut "bukan jatahnya" dan merupakan "jatah" orang lain. Yang membagi - bagi adalah sesuatu yang mereka sebut assosiasi, tapi aku lebih suka menyebutnya mafia.
Walaupun ini sudah menjadi rahasia umum, tak urung keningku berkerut juga mendengarnya. Ini selalu terjadi. Seseorang yang selalu disebut - sebut sebagai calo dan tukang membagi - bagi jatah pekerjaan pada para pemborong. Tak usah kusebut namanya, semua orang sudah tahu. Memang pekerjaan siapa kok ada orang lain yang seenaknya membagi - bagi jatah ke pemborong. Membawa - bawa nama Bupati lagi. Benar - benar tidak jantan!
Bertahun - tahun memang proyek fisik selalu jadi bancakan. Akhirnya mutu juga yang dikorbankan. Banyak pemborong yang sebenarnya tak layak mendapat pekerjaan, tapi karena alasan "menghidupi" pengusaha lokal diberi juga. Hasilnya bisa dilihat, pekerjaan yang selalu terlambat, tidak sesuai spesifikasi yang sudah ditentukan dan akhirnya selalu berakhir dengan temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kalau sudah begini, PPKom dan staff teknis yang harus menyelesaikan, sementara pihak lain yang menyebabkan ini terjadi selalu terjadi cuci tangan. Kalau semua pemborong itu mau diakomodasi, harusnya mereka diminta untuk memperbaiki diri, bukan meminta - minta proyek dengan cara - cara tak jujur seperti itu.
Aku bisa mengerti ketidakenakan rekanan yang kutunjuk dan aku tak mungkin memaksa mereka menerima pekerjaan itu kalau itu akan berimbas pada kelangsungan usaha mereka. Bagaimanapun, kalau sudah menyangkut uang, maka pepatah "Homo homini lupus" harus kuakui kebenarannya. Bagaimanapun, manusia itu serigala buat manusia lainnya. Ibaratnya lokomotif, aku harus mempertimbangkan apakah kenekadanku akan berimbas pada kehancuran gerbong yang kubawa atau tidak. Bila iya, maka aku harus berkompromi tanpa harus menyerah begitu saja.
Gb. Selalu saja ada yang salah! |
Okay, aku harus mengikuti sistem dari rezim yang sering dihujat sebagai rezim busuk ini. Aku tak akan menghujat atau mencela. Aku hanya berpikir, mengapa orang - orang itu bekerja seolah - olah Tuhan tidak mengawasi mereka? Seolah - olah mereka tidak akan mati dan akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya. Percayalah, ALLAH MELIHAT DAN MENGAWASI KITA SETIAP SAAT. Bahkan tak ada sehelai daunpun yang jatuh tanpa seijin dan sepengetahuannya.
Akhirnya aku hanya bisa memohon melalui do'a - do'aku "Ya Allah, berilah cahaya dalam setiap kehidupanku. Jadilah Engkau satu - satunya penolongku dan tetapkanlah hatiku pada iman ikhsanku kepadaMu, dan jadikanlah aku termasuk golongan hambaMu yang shalih. Aamiin". Aku mungkin terlalu idealis, tapi aku bersyukur masih diberi idealisme dan ini akan kupertahankan. Aku hanya bisa memetik pelajaran dan hikmah setiap peristiwa, disamping agar aku selalu berhati - hati dan teliti dalam setiap pekerjaan, juga aku belajar untuk tahu KAPAN AKU BISA TERUS DAN KAPAN HARUS BERHENTI. Kadang bahkan harus mundur selangkah untuk maju lebih cepat. Percaya bahwa Allah akan menolong selama niat kita bekerja hanya untuk beribadah kepada Allah. Alkhamdulillah aku masih diberi keyakinan dan kesadaran bahwa Allah selalu melihat apa yang kulakukan. Semoga sampai akhir hayat. Aamiin. Insya Allah.
No comments:
Post a Comment